PENGERTIAN TINDAK PIDANA DAN JENIS-JENIS DELIK

TINDAK PIDANA DAN JENIS – JENIS DELIK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

Hingga saat ini belum ada kesepakatan para sarjana tentang pengertian Tindak pidana (strafbaar feit). Menurut Prof. Moeljatno S.H.,

  1. PENGERTIAN TINDAK PIDANA

Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut.

Terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan :

  • Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana.
  • Larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.
  • Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan erat pula. “ Kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya”.

Selanjutnya Moeljatno membedakan dengan tegas dapat dipidananya perbuatan (die strafbaarheid van het feit) dan dapat dipidananya orang (strafbaarheid van den person). Sejalan dengan itu memisahkan pengertian perbuatan pidana (criminal act) dan pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility). Pandangan ini disebut pandangan dualistis yang sering dihadapkan dengan pandangan monistis yang tidak membedakan keduanya

  1. UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA

Dalam suatu peraturan perundang-undangan pidana selalu mengatur tentang tindak pidana. Sedangkan menurut Moeljatno “Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut”. Untuk mengetahui adanya tindak pidana, maka pada umumnya dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan pidana tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dan disertai dengan sanksi. Dalam rumusan tersebut ditentukan beberapa unsur atau syarat yang menjadi ciri atau sifat khas dari larangan tadi sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari perbuatan lain yang tidak dilarang. Perbuatan pidana menunjuk kepada sifat perbuatannya saja, yaitu dapat dilarang dengan ancaman pidana kalau dilanggar.

Menurut Simons, unsur-unsur tindak pidana (strafbaar feit) adalah :

  • Perbuatan manusia (positif atau negative, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan).
  • Diancam dengan pidana (statbaar gesteld)
  • Melawan hukum (onrechtmatig)
  • Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand)
  • Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatoaar person).

Simons juga menyebutkan adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari tindak pidana (strafbaar feit).

Unsur Obyektif :

  1. Perbuatan orang
  2. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu.
  3. Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti dalam pasal 281 KUHP sifat “openbaar” atau “dimuka umum”.

Unsur Subyektif :

  1. Orang yang mampu bertanggung jawab
  2. Adanya kesalahan (dollus atau culpa). Perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan.

Kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan mana perbuatan itu dilakukan.

Sementara menurut Moeljatno unsur-unsur perbuatan pidana :

  1. Perbuatan (manusia)
  2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil)
  3. Bersifat melawan hukum (syarat materiil)

Unsur-unsur tindak pidana menurut Moeljatno terdiri dari :

1)    Kelakuan dan akibat

2)    Hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan, yang dibagi menjadi :

  1. Unsur subyektif atau pribadi

Yaitu mengenai diri orang yang melakukan perbuatan, misalnya unsur pegawai negeri yang diperlukan dalam delik jabatan seperti dalam perkara tindak pidana korupsi. Pasal 418 KUHP jo. Pasal 1 ayat (1) sub c UU No. 3 Tahun 1971 atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang pegawai negeri yang menerima hadiah. Kalau yang menerima hadiah bukan pegawai negeri maka tidak mungkin diterapka pasal tersebut

  1. Unsur obyektif atau non pribadi

Yaitu mengenai keadaan di luar si pembuat, misalnya pasal 160 KUHP tentang penghasutan di muka umum (supaya melakukan perbuatan pidana atau melakukan kekerasan terhadap penguasa umum). Apabila penghasutan tidak dilakukan di muka umum maka tidak mungkin diterapkan pasal ini

Unsur keadaan ini dapat berupa keadaan yang menentukan, memperingan atau memperberat pidana yang dijatuhkan.

(1)  Unsur keadaan yang menentukan misalnya dalam pasal 164, 165, 531 KUHP

Pasal 164 KUHP : barang siapa mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan tersebut pasal 104, 106, 107, 108, 113, 115, 124, 187 dan 187 bis, dan pada saat kejahatan masih bisa dicegah dengan sengaja tidak memberitahukannya kepada pejabat kehakiman atau kepolisian atau kepada yang terancam, diancam, apabila kejahatan jadi dilakukan, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

Kewajiban untuk melapor kepada yang berwenang, apabila mengetahui akan terjadinya suatu kejahatan. Orang yang tidak melapor baru dapat dikatakan melakukan perbuatan pidana, jika kejahatan tadi kemudian betul-betul terjadi. Tentang hal kemudian terjadi kejahatan itu adalah merupakan unsur tambahan.

Pasal 531 KUHP : barang siapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang menghadapi maut, tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan kepadanya tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, diancam, jika kemudian orang itu meninggal, dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

Keharusan memberi pertolongan pada orang yang sedang menghadapi  bahaya maut jika tidak memberi pertolongan, orang tadi baru melakukan perbuatan pidana, kalau orang yang dalam keadaan bahaya tadi kemudian lalu meninggal dunia. Syarat tambahan tersebut tidak dipandang sebagai unsur delik (perbuatan pidana) tetapi sebagai syarat penuntutan.

(2)  Keadaan tambahan yang memberatkan pidana

Misalnya penganiayaan biasa pasal 351 ayat (1) KUHP diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan. Apabila penganiayaan tersebut menimbulkan luka berat; ancaman pidana diperberat menjadi 5 tahun (pasal 351 ayat 2 KUHP), dan jika mengakibatkan mati ancaman pidana menjad 7 tahun (pasal 351 ayat 3 KUHP). Luka berat dan mati adalah merupakan keadaan tambahan yang memberatkan pidana

(3)  Unsur melawan hukum

Dalam perumusan delik unsur ini tidak selalu dinyatakan sebagai unsur tertulis. Adakalanya unsur ini tidak dirumuskan secara tertulis rumusan pasal, sebab sifat melawan hukum atau sifat pantang dilakukan perbuatan sudah jelas dari istilah atau rumusan kata yang disebut. Misalnya pasal 285 KUHP : “dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh di luar perkawinan”. Tanpa ditambahkan kata melawan hukum setiap orang mengerti bahwa memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan adalah pantang dilakukan atau sudah mengandung sifat melawan hukum. Apabila dicantumkan maka jaksa harus mencantumkan dalam dakwaannya dan oleh karenanya harus dibuktikan. Apabila tidak dicantumkan maka apabila perbuatan yang didakwakan dapat dibuktikan maka secara diam-diam unsure itu dianggap ada.

Unsur melawan hukum yang dinyatakan sebagai unsur tertulis misalnya pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai pencurian yaitu pengambilan barang orang lain dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum.

Pentingnya pemahaman terhadap pengertian unsur-unsur tindak pidana. Sekalipun permasalahan tentang “pengertian” unsur-unsur tindak pidana bersifat teoritis, tetapi dalam praktek hal ini sangat penting dan menentukan bagi keberhasilan pembuktian perkara pidana. Pengertian unsur-unsur tindak pidana dapat diketahui dari doktrin (pendapat ahli) ataupun dari yurisprudensi yan memberikan penafsiran terhadap rumusan undang-undang yang semula tidak jelas atau terjadi perubahan makna karena perkembangan jaman, akan diberikan pengertian dan penjelasan sehingga memudahkan aparat penegak hukum menerapkan peraturan hukum.

Bagi Jaksa pentingnya memahami pengertian unsur-unsur tindak pidana adalah :

1)    Untuk menyusun surat dakwaan, agar dengan jelas;

2)  Dapat menguraikan perbuatan terdakwa yang menggambarkan uraian unsur tindak pidana yang didakwakan sesuai dengan pengertian / penafsiran yang dianut oleh doktrin maupun yurisprudensi;

3)  Mengarahkan pertanyaan-pertanyaan kepada saksi atau ahli atau terdakwa untuk menjawab sesuai fakta-fakta yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan;

4)  Menentukan nilai suatu alat bukti untuk membuktikan unsur tindak pidana. Biasa terjadi bahwa suatu alat bukti hanya berguna untuk menentukan pembuktian satu unsur tindak pidana, tidak seluruh unsur tindak pidana;

5)  Mengarahkan jalannya penyidikan atau pemeriksaan di sidang pengadilan berjalan secara obyektif. Dalil-dalil yang digunakan dalam pembuktian akan dapat dipertanggungjawabkan secara obyektif karena berlandaskan teori dan bersifat ilmiah;

6)  Menyusun requisitoir yaitu pada saat uraian penerapan fakta perbuatan kepada unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, atau biasa diulas dalam analisa hukum, maka pengertian-pengertian unsur tindak pidana yang dianut dalam doktrin atau yurisprudensi atau dengan cara penafsiran hukum, harus diuraikan sejelas-jelasnya karena ini menjadi dasar atau dalil untuk berargumentasi.

1. Pengertian dan Unsur-unsur Delik
 
Kata delik berasal dari bahasa latin dellictum. Dalam Hukum Pidana Belanda, delik dikenal dengan istilah Straafbar Feit. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, delik diartikan sebagai “perbuatan yg dapat dikenakan hukuman krn merupakan pelanggaran thd undang-undang; tindak pidana;”

Untuk memahami pengertian delik, maka perlu memahami unsur-unsur delik, yaitu:

  1. Suatu perbuatan atau serangkaian perbuatan
    Harus ada suatu perbuatan atau serangkaian tindakan tertentu.
  2. Bertentangan dengan peraturan perundan-undangan
    Perbuatan tersebut dilarang di dalam peraturan perundang-undangan.
  3. Dapat dikenakan sanksi
    Dalam peraturan perundang-undangan tersebut mengatur sanksi bagi yang melanggarnya.

Jadi, secara garis besar dapat dipahami bahwa pengertian delik adalah suatu perbuatan atau serangkaian perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan perbuatan tersebut dapat dikenai sanksi.

2. Macam-macam Delik

Jenis delik ada bermacam-macam, kriteria pembedanya pun bermacam-macam , yaitu :

a. Delik Kejahatan & Delik pelanggaran

  • Delik kejahatan (Rechtdelichten) ialah perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak, jadi yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai bertentangan dengan keadilan, Contoh : pembunuhan, pencurian. Delik semacam ini disebut “kejahatan”.
  • Delik pelanggaran (Wetsdelichten) ialah perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai tindak pidana karena undang-undang menyebutnya sebagai delik, jadi karena ada undang-undang mengancamnya dengan pidana. Contoh : memarkir mobil di sebelah kanan jalan (mala quia prohibita). Delik semacam ini disebut “pelanggaran”.

b. Delik Materiil & Delik Formil

  • Delik materiil merupakan delik yang perumusannnya dititikbertkan kepada akibat yang tidak dikehendaki (dilarang). Delik ini dikatakan selesai bila akibat yang tidak dikendaki itu telah terjadi. Bila belum, maka paling banyak hanya ada percobaan, misalnya : Pasal-pasal 187, 388 atau 378 KUHP.
  • Delik formil merupakan delik yang perumusannnya dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang oleh UU. Perwujudan delik ini dipandang selesai dengan dilakukannya perbuatan seperti yang tercantum dlam rumusan delik. Misalnya, Pasal 156, 209, 263 KUHP.

c. Delik Komisi & Delik Omisi

  • Delik komisi adalah delik yang karena rumusan Undang-undang bersifat larangan untuk dilakukan.Contoh: Perbuatan mencuri, yang dilarang adalah mencuri atau mengambil barang orang lain secara tidak sah diatur dalam Pasal 362 KUHP.
  • Delik omisi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengetahui ada tindak kejahatan tetapi orang itu tidak melaporkan kepada yang berwajib, maka dikenakan Pasal 164 KUHP, jadi sama dengan mengabaikan suatu keharusan. Contoh: membiarkan terjadinya perampokan, dan tidak melaporkannya.

d. Delik Dolus & Delik Culpa

  • Delik dolus adalah suatu delik yang tindakannya mengandung unsur kesengajaan.Contoh: Pasal-pasal pembunuhan, penganiayaan dan lain-lain.
  • Delik kulpa yakni suatu perbuatan yang karena kelalaiannya, kealpaannya atau kurang hati-hatinya atau karena salahnya seseorang yang mengakibatkan orang lain menjadi korban. Contoh: Seorang pengemudi menabrak pejalan kaki, karena kurang hati-hati mengemudikan mobilnya; Seorang penjaga pintu rel kereta api lupa menutup palang pntu rel yang mengakibatkan terjadi kecelakaan.

e. Delik Biasa & Delik Aduan 

  • Delik biasa adalah terjadinya suatu perbuatan yang tidak perlu ada pengaduan, tetapi justru laporan atau karena kewajiban aparat negara untuk melakukan tindakan. Disebut juga delik laporan. Contoh: Penganiayaan, pembunuhan, perampokan.
  • Delik aduan adalah delik yang penuntutannya hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak yang karena perbuatannya merasa dirugikan, misal: penghinaan, pencurian dalam keluarga.

f. Delik yg Berdiri sendiri & Delik Berlanjut

  • Delik berdiri sendiri (Zelfstanding Delict) adalah terjadinya delik hanya satu perbuatan saja tanpa ada kelanjutan perbuatan tersebut dan tidak ada perbuatan lain lagi. Contoh: seseorang masuk dalam rumah langsung membunuh, tidak mencuri dan memperkosa.
  • Delik terus berlanjut ialah suatu tindak kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dan kemudian dilanjutkan dengan melakukan tindak kejahatan lainnya. Contoh: pemerkosaan disertai pembunuhan.

g. Delik Selesai & Delik yg diteruskan

  • Delik selesai adalah delik yang selesai seketika, terdiri atas perbuatan positif ataupun aktif ataupun perbuatan pasif atau negative (pengabaian) yang selesai seketika itu juga, termasuk juga perbuatan yang mewujudkan delik akibat. Contoh: pencurian, pembunuhan, pembakaran. Dapat disimpulkan bahwa delik tersebut terdiri atas perbuatan yang selesai seketika setelah dilakukannya perbuatan.
  •  Delik yang diteruskan ialah suatu perbuatan yang dilakukan untuk melangsungkan keadaan yang dilarang. Contoh: perampasan kemerdekaan seseorang.

h. Delik Tunggal & Delik Berangkai

  • Delik tunggal ialah delik yang dapat dikatan sebagai delik cukup dilakukan dengan perbuatan satu kali. Contoh: pencurian.
  • Delik berangkai ialah delik yang baru merupakan delik, apabila dilakukan beberapa kali perbuatan, misal : pasal 481 (penadahan sebagai kebiasaan).

i. Delik Sederhana & Delik Berkualifikasi; Delik Berprivilege

  • Delik sederhana adalah suatu delik yang berbentuk biasa tanpa ada unsur serta keadaan yang memberatkan. Contoh: Pasal 362 KUHP, delik pencurian biasa.
  • Delik berkualifikasi adalah delik di mana perbuatan tersebut mengandung unsur atau keadaan yang mmberatkan atau meringankan. Misal: penganiayaan yang menyebabkan luka berat atau matinya orang (pasal 351 ayat 2, 3 KUHP), pencurian pada waktu malam hari dsb. (pasal 363). Ada delik yang ancaman pidananya diperingan karena dilakukan dalam keadaan tertentu, misal: pembunuhan yang dilakukan kanak-kanak (pasal 341 KUHP). Delik ini disebut “geprivelegeerd delict”.

j. Delik Politik & Delik Komun (umum)

  • Delik Politik adalah delik yang tujuannya diarahkan terhadap keamanaan Negara dan kepala Negara. Misalnya pasal 104 sampai pasal 129 KUHP.
  • Delik komun (umum) adalah delik yang dilakukan tanpa bertujuan terhadap keamanan Negara dan Kepala Negara, misal: pembunuhan pejabat dimotifkan dendam pribadi.

k. Delik Propia & Delik Komun (umum)

  • Delik propia adalah delik yang hanya dapat dilakukan oleh seseorang dengan kualitas tertentu, misal: delik jabatan, delik militer.
  • Delik komun (umum) adalah delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang dengan tanpa kualitas tertentu, misal: pencrian, pembunuhan, penganiayaan

Tinggalkan komentar